SUARA MAHASISWA
Panggung politik Indonesia kembali bergemuruh ketika presiden berpidato di depan para prajurit TNI. Setelah beberapa waktu isu keistimewaan dilontarkan dalam rapat kabinet, kali ini gajinya sendiri yang dipermasalahkan. Orang awam, terutama rakyat kecil, pasti akan langsung mencibir sikap tersebut.
Pasalnya, masih banyak rakyat miskin yang seumur hidupnya tidak pernah mengenal yang namanya kenaikan gaji. Meski maksud sebenarnya adalah untuk memberikan motivasi, menjadi tidak tepat karena dilontarkan ketika kasus-kasus mafia belum tuntas.
Masih sangat jelas di benak kita bagaimana bencana demi bencana melanda negeri ini, gempa bumi, banjir, lumpur Sidoarjo, hingga meletusnya gunung Merapi. Masih jelas di depan mata kita, bagaimana seorang Gayus Tambunan mempermainkan kepolisian, kejaksaan, KPK hingga satgas. Atau rekening-rekening gendut para pejabat yang tidak sesuai dengan jabatannya. Tentu rakyat kecil akan mengecam pernyataan presiden, terutama setelah media di tanah air membesar-besarkannya.
Akan tetapi, pernyataan tersebut menjadi wajar dan didukung oleh kementrian keuangan ketika melihat track record. Bahwa dalam pemerintahan, setiap kinerja yang meningkat mendapatkan reward, sedangkan kinerja negatif akan mendapatkan punishment yang proporsional. Salah satu bentuk reward ini adalah kenaikan gaji. Sehingga, reward ini akan menstimulus peningkatan kinerja.
Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, tidak etis jika gaji presiden sama atau kurang dari jabatan di bawahnya. Karena ketika gaji presiden kecil, maka motivasi menjalankan amanah dengan baik akan menurun. Kondisi ini bisa menimbulkan wacana penyalahgunaan wewenang ketika audit dari tim keuangan menemukan ketidakberesan pemasukan presiden. Jika hal tersebut terjadi, maka kepada siapa rakyat mengeluhkan permasalahannya?
Pada dasarnya, gaji yang sesuai dengan posisi presiden memberikan beberapa manfaat. Pertama, menghindarkan fitnah dari korupsi. Sudah menjadi rahasia umum kalau pemimpin-pemimpin dunia sering menyalahgunakan kekuasaan yang diamanahkan padanya. Contoh termutakhir adalah revolusi yang terjadi di Tunisia. Kekacauan yang ditimbulkan dari ledakan emosi rakyat terhadap kesewenang-wenangan penguasa mencapai titik puncak hingga mempengaruhi negara-negara tetangga.
Kedua, memberikan ketenangan presiden dalam menjalankan amanahnya. Bayangkan, apa yang akan terjadi ketika gajinya rendah. Bisa dipastikan presiden tidak akan bias tidur karena memikirkan gajinya yang kecil, daripada harus memikirkan rakyatnya.
Terlepas dari tepat tidaknya, ada satu hal yang harus dipegang oleh seorang presiden. Bahwa menjadi seorang presiden itu adalah sebuah pengabdian, bukan menjadi pekerjaan. Karena tidak semua orang bisa melakukannya. Seorang presiden itu adalah seorang pemimpin, tak ada sekolah yang khusus mendidik calon presiden. Karena presiden itu tidak diciptakan, tetapi terbentuk dari pengalaman dan kemampuan.
Jadi, pada dasarnya permasalahan kenaikan gaji bukanlah permasalahan yang besar. Yang menjadi permasalah adalah bagaimana seorang presiden mampu menjaga hati rakyat, utamanya melalui ucapan. Karena pada saat ini, Indonesia belumlah merdeka seutuhnya. Masih banyak rakyat yang tidak bisa sekedar memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari.
Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta