Minggu, 12 September 2010

Di Ujung Ramadhan, Ada Kemenangan


Ramadhan kali ini terasa sangat spesial, momen-momen spesial seolah tidak berhenti mengiringinya. Momen paling bersejarah tentu saja adalah ketika kemerdekaan tahun ini diadakan pada saat bulan Ramadhan. Fakta ini mengingatkan kita pada saat 65 tahun yang lalu, momen kemerdekaan juga bertepatan dengan hari Jumat Legi, 17 Agustus 1945. Setelah 65 tahun berlalu sudah, adakah perbedaan yang telah terjadi dan menjadi ciri khas kedua momen ini?
Dari beberapa alasan, hal paling berkesan adalah kenyataan bahwa dalam kemerdekaan ini ada dua peperangan dan ada dua kemenangan. Peperangan pertama hanya bisa kita ingat melalui beberapa potongan foto, cuplikan gambar perang atau sisa-sisa peninggalan yang masih tersisa. Meski kebanyakan dari kita terlahir jauh setelah peperangan itu berakhir, tetapi kedahsyatan perang terlihat dari sisa-sisa perang yang telah menjadi puing dan tersimpan di museum.
Perang yang menggetarkan jiwa ketika kita mendengar kisahnya itu bukanlah tanpa alasan. Ketertindasan, kesengsaraan dan kemelaratan menjadi latar pergerakan bangsa menuju kemerdekaan. Kemerdekaan yang didambakan itu bukanlah ahdiah atau titipan, tetapi perjuangan seluruh rakyat. Karena sejarah ditulis dengan darah rakyat Indonesia dan dituliskan dengan tinta para kuli tinta. Jika tak ada dua hal ini, maka tak ada yang tahu bahwa kita pernah dijajah oleh bangsa lain.
Jas Merah, satu frase yang pernah diucapkan oleh Proklamator bangsa pada tahun 1964. Sungguh menggelora ketika pesan untuk selalu menjaga sejarah itu diucapkan. Bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Nyawa bukan apa-apa jika dibandingkan dengan kemerdekaan. Begitu indahnya kata merdeka, hingga mereka rela kehilangan nyawa daripada kehilangan harga diri.
Namun, jelas sekali berbeda ketika kita bandingkan dengan keadaan di zaman sekarang. Sejarah perlahan mulai dilupakan dengan makin banyaknya hiburan yang mudah diperoleh anak-anak. Karena keadaan damai inilah, mereka enggan untuk mempelajarri dan memahami arti perjuangan 45. Bahwa kita tak akan pernah merasakan segarnya udara kebebasan seandainya saja dulu tak ada darah yang tertumpah. Jadi, sebagai orang yang berdarah merah dan bertulang putih, sudah seharusnya kita berubah. Kita harus menajamkan warna merah kita, serta membimbing Garuda-Garuda kecil dalam memahami bangsa secara sederhana. Karena kejayaan bangsa bukan untuk satu generasi saja, tetapi diwariskan dan ditingkatkan.
Dalam kesempatan yang lain, Soekarno pernah berpesan pada kita semua,”Perjuanganku mudah karena melawan penjajah, tetapi perjuanganmu akan sulit karena musuhmu adalah dirimu sendiri.” Dalam kata-kata ini, tersirat bahwa musuh kita sebagai generasi pewaris angkatan 45 adalah diri sendiri. Pengendalian diri adalah satu kunci agar pendirian kita tetap teguh. Tidak mudah menggadaikan harga diri bangsa hanya demi beberapa iming-iming saja.
Pengendalian diri ini terdapat dalam konsep puasa di bulan Ramadhan. Bahwa yang membuat perjuangan menjadi sia-sia adalah dua hal yaitu hawa dan nafsu. Kedua kata kunci ini begitu erat kaitannya dalam perjuangan bangsa saat ini. Kenapa bangsa ini selalu saja dirundung masalah sepele terkait kebutuhan perut dan bawah perut? Kedua hal ini bisa dijadikan alasan. Bukan karena istilahnya, tetapi karena para pelakunya tidak dapat mengendalikannya.
Ramadhan adalah momen yang tepat untuk memperbaiki kemampuan kita dalam mengendalikan diri. Bahwa kita tidak perlu menjadi orang besar dulu ketika kita belajar menahan hawa dan nafsu. Karena kedua hal ini adalah sebuah fitrah bagi manusia. Nikmat yang akan memberikan manfaat tiada tara ketika kita bisa mengendalikan dan memanfaatkannya secara benar.
Begitu mulianya bulan ini, sehingga orang berlomba-lomba untuk memanfaatkan momen Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Bulan Ramadhan adalah bulan yang kita tidak akan pernah rugi ketika memutuskan untuk berubah menjadi orang yang lebih baik. Karena setiap amalan yang dilakukan akan dihitung berlipat dari hari-hari biasa. Bahkan, setiap nafas yang berhembus dari seorang yang menjalankan ibadah puasa pun niscaya akan mendapatkan pahala.
Dan, begitu indah dan nikmatnya ketika kita selalu berusaha untuk memperbaiki diri di bulan Ramadhan ini. Karena di ujung perjuangan ini ada sebuah kemerdekaan. Sebuah cita-cita yang kita tidak akan pernah tahu apakah kita bias mendapatkannya. Bahwa kemenangan adalah cita-cita setiap orang yang menjalankan puasa. Pengendalian diri akan memperkokoh jiwa seseorang. Kekokohan jiwa seseorang ini akan terakumulasi dalam tataran yang lebih lusa menjadi sebuah ketahanan jiwa nasional. Sehingga, kemerdekaan yang kita raih tidak hanya kemerdekaan fisik saja, tetapi juga kemerdekaan jiwa. Wallahu a’lam.

Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe