![]() |
Add caption |
Kritik keras pun kemudian melayang bertubi-tubi kepada PSSI sebagai pihak yang paling bertanggungjawab tentang prestasi sepakbola nasional. Kondisi ini memang sulit bagi PSSI, tetapimereka memang harus bertanggungjawab terhadap fakta ini. Kemelorotan prestasi sepakbola ini harus segera mendapatkan respon dan tanggapan positif dari berbagai pihak terutama PSSI dan Menpora.
Sebenarnya, berbagai cara telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas dan prestasi timnas di ajang internasional. Tetapi, hasilnya memang belum maksimal. Beberapa hal yang perlu diperbaiki adalah tentang pembinaan pemain muda, pelaksanaan kompetisi yang sehat dan kompetitif, internasionalisasi kompetisi sepakbola nasional dan menyekolahkan pemain-pemain muda berbakat dalam kompetisi di luar negeri. Meskipun, pada kenyataannya program-program ini belum memperlihatkan hasilnya.
Salah satu hal yang menarik adalah adanya niatan kuat dari PSSI untuk mendatangkan pemain keturunan untuk membela timnas Indonesia. Ide naturalisasi pemain dianggap sebagai pilihan tepat atas kemerosotan prestasi timnas. Berkaitan dengan hal ini, PSSI tampaknya mulai mengalami titik kejenuhan dalam mengembangkan sepakbola di tanah air.
Namun, pada awalnya program anturalisasi tidak perlu dilakukan karena mereka dianggap kurang memiliki rasa bertanah air Indonesia. Hal ini dapat kita lihat bahwa sebagian besar para pemain keturunan yang bermain di negara-negara Eropa belum pernah tinggal di Indonesia. Alasan ini sebenarnya tidak masuk akal, karena naturalisasi bias dilakukan ketika mereka bersedia untuk melepas kewarganegaraan mereka.
Terkait dengan nasionalisme yang dikhawatirkan akan luntur, kita patut belajar dari timnas Jerman. Pada puluhan tahun yang lalu, peringkat tiga Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan ini memang dihuni oleh pemain-pemain lokal. Nasionalisme menjadi alasan yang tidak bisa dibantah dan tidak bias dilawan. Bahwa bangsa Jerman adalah untuk bangsa mereka sendiri.
Tetapi, hal yang berbeda dapat kita lihat dari skuad timnas Der Panzer, julukan Jerman, di Piala Dunia di Afrika Selatan lalu. Pemain yang dating lebih berwarna-warni. Ada Boateng yang berdarah Ghana, Klose dan Podolski berdarah Polandia, Mezut Oezil berdarah Turki hingga Marko Marin seorang pengungsi dari Bosnia. Pada kenyataannya, keanekaragaman itu tidak menyurutkan prestasi tetapi malah mengantarkan mereka duduk pada peringkat ketiga.
Belajar dari Jerman, naturalisasi pemain bisa dijadikan alternatif tepat untuk meningkatkan prestasi timnas. Fakta ini mengingat banyak pebola keturunan Indonesia bermain di klub top dunia. Contohnya adalah Raja Nainggolan yang bermain dengan klub Cagliari, Sergio van Dijk top skorer liga Australia dan yang lain.
Dengan adanya pemain yang lebih berkualitas, tidak akan mengurangi kekuatan timnas. Tetapi, justru dapat memberikan atmosfer yang lebih ketat bagi pemain lokal. Persaingan yang semakin ketat ini akan membuat pemain lokal semakin terpacu meningkatkan kualitasnya. Bahwa kaus timnas itu terlalu mahal jika digadaikan dengan sekedar nilai finansial.
Jadi, pada akhirnya pemain yang memperkuat timnas Indonesia adalah mereka yang memang benar-benar cinta pada tanah air dan mau meningkatkan prestasi sepakbolanya. Tidak sekedar memperkuat timnas karena ingin bermain di ajang internasional saja. Karena sinyal kebangkitan timnas itu saying jika dibiarkan menyala sendiri tanpa adanya dukungan.
Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe