Kamis, 18 Maret 2010

Menggugat Pergantian Kurikulum


Pendidikan kita disusun dalam sebuah sistem yang dijalankan untuk  mewujudkan sebuah cita-cita pendidikan nasional. Sistem inilah  yang kita sebut sebagai kurikulum. Sistem nasional ini diturunkan sebagai rancangan pembelajaran di lembaga formal sebagai sebuah pegangan seorang pendidik di lembaga formal dalam mengajar.
Kurikulum sebagai patokan dalam pembelajaran memiliki makna yang sangat vital bagi kesuksesan tujuan pendidikan. Namun, sesuai dengan prinsip dinamis, pendidikan akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan tidak hanya mencakup nilai-nilai keabsahan teori saja, tetapi harus menyentuh ranah praktis.
Perubahan kurikulum memiliki dua arti yang berbeda dan bertolak belakang. Di satu sisi, perubahan kurikulum dianggap sebagai bagian dari perbaikan pendidikan kita. Pendidikan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan tingkat perkembangan peradaban manusia yang semakin maju. Akan tetapi, terlalu seringnya kurikulum berubah menandakan bahwa sistem pendidikan kita masih memiliki banyak masalah. Kurikulum yang bergonta-ganti menimbulkan berbagai pertanyaan, ada apa dengan pendidikan kita ini ?
Tidak hanya di tingkat dasar dan menengah, kurikulum telah mengimbas sistem pendidikan di perguruan tinggi. Sama seperti pada pelaksanaan di tingkat pendidikan dasar dan menengah, kurikulum perkuliahan di perguruan tinggi juga bernasib yang tidak berbeda. Karena belum siap diterapkan, perubahan kurikulum yang dijadwalkan setiap lima tahun sekali menjadi molor dua tahun.
Sebenarnya, kurikulum baru di perguruan tinggi adalah pada tahun 2007. Namun, karena kurangnya kesiapan para praktisi di perguruan tinggi dalam melaksanakan kurikulum baru, akhirnya perubahan ini tertunda. Dampaknya sangat besar terkait dengan mata kuliah yang ditawarkan. Ganti kurikulum, berarti berganti pula dengan sistem perkuliahan yang harus diikuti oleh mahasiswa.
Perubahan ini menyulitkan mahasiswa yang ingin mengulang mata kuliah yang belum tuntas. Mahasiswa tingkat atas tidak lagi bisa mengulang mata kuliah di semester bawahnya. Akibatnya, mahasiswa harus menerima hasil perkuliahan yang telah dicapainya. Setidaknya, perubahan ini seolah tidak memberikan mahasiswa untuk memperbaiki kompetensi yang telah dicapainya.
Terkait dengan perubahan ini, ada beberapa mata kuliah yang dihilangkan, digabung dan ada juga yang dipisahkan. Memang, pendidikan yang baik adalah yang bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan mobilisasi manusia dalam beraktivitas. Pendidikan yang tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata adalah omong kosong.
Pendidikan sudah seharusnya bias berafiliasi dengan dunia nyata, masyarakat. Bahwa sesuai dengan kodratnya, manusia memiliki dualisme peran, sebagai mahkluk individu dan sebagai mahkluk sosial. Keduanya sudah menjadi sebuah ketetapan dan memang harus dijalankan.
Pendidikan tidak bisa menjadi sebuah barang komoditi yang mudah ditambal sana, tambal sini. Karena subjek dalam pendidikan adalah manusia, bukan barang yang mudah dibuang sewaktu-waktu. Paham humanisme, memanusiakan manusia, harus dikedepankan dalam setiap detail pembelajaran di kampus. Kurikulum yang berubah tanpa disertai dengan fleksibilitas mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan mata kuliah telah mematikan prinsip-prinsip humanisme.
Kurikulum memang harus berubah untuk meningkatkan kompetensi semua orang yang masih percaya pada sebuah lembaga bernama perguruan tinggi. Perlu adanya kebijakan yang memungkinkan mahasiswa untuk menuntaskan studinya di kampus. Kurikulum yang dipakai sebaiknya dapat fleksibel ketika mahasiswa mengambil sebuah mata kulian yang mungkin belum dituntaskan oleh seorang mahasiswa.
Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe