Setiap orang pasti ingin kaya, mempunyai segala yang diinginkan. Namun, kenyataan selalu tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam bayangan. Tidak ada salahnya berusaha menjadi kaya, kaya harta tetapi juga kaya hati nurani.
Agar bisa menjadi kaya, maka seseorang harus bekerja keras dan berdoa. Bekerja dengan cara-cara yang halal dan tidak merugikan orang lain. Pekerjaan yang baik adalah yang bisa menguntungkan dirinya dan orang lain di sekitarnya. Nah, tetapi ada juga profesi yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi yaitu menjadi seorang guru.
Dari Nabi Muhammad mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh pintu rejeki datangnya dari perniagaan. Nah, pekerjaan guru tidak bisa disamakan dengan perniagaan. Menjadi guru adalah panggilan jiwa, ketulusan dan keihklasan adalah kunci dasar menjadi seorang guru yang benar-benar guru.
Kalau kata John F. Kennedi, berilah sebanyak-banyaknya untuk negaramu tetapi jangan harapkan apa-apa dari negaramu. Begitulah seorang guru seharusnya, memperjuangkan profesinya secara terhormat. Sungguh tidak akan nyambung ketika seseorang ingin menjadi kaya, tetapi mengabdi sebagai guru.
Pada saat ini saja, gaji guru masih dianggap rendah. Bahkan lebih rendah daripada pekerjaan wiraswasta. Dengan profesinya, guru tidak akan bisa menjadi kaya kecuali kalau dia mempunyai keahlian atau pekerjaan sampingan.
Namun, kita sedikit mengelus dada ketika guru-guru merasa tidak diperhatikan. Ujung-ujungnya adalah melakukan aksi menggeruduk kantor dewan. Tindakan ini tidak salah, tetapi kurang tepat karena mereka meninggalkan muridnya terlantar tanpa ada yang mengajari mereka. Tak ada yang mengajari cara menghitung angka, merangkai kalimat, menyusun kegiatan atau merencanakan masa depan.
Di sisi lain, memang sebagai sebuah profesi, guru berhak mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan kompetensi profesionalnya. Jadi, guru yang belum dapat membuktikan dirinya kompeten dengan ijasah tidak memiliki kewenangan untuk menuntut. Padahal, masih banyak juga guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik. Kalaupun harus mengejar kualifikasi, umur sudah tidak mendukung. Jika diukur dengan masa bakti, jelas-jelas mereka seharusnya mendapatkan haknya.
Menjadi guru memang harus siap seratus persen menerjunkan dirinya dalam dunia anak. Perkembangan mental, kognitif, afektif dan spiritual anak adalah kewajiban seorang guru. Dengan segala sarana dan prasarana yang ada, seorang guru dituntut untuk memaksimalkan potensi anak. Hal ini sesuai dengan hakekat pendidikan yaitu memunculkan nilai-nilai baik yang dimiliki oleh anak untuk menghadapi kehidupannya.
Carut marut yang terjadi dalam pendidikan, khususnya pendidikan dasar, memiliki implikasi yang sangat besar. Di sinilah potensi dan kepribadian anak dibentuk. Mereka dididik agar potensi baik yang dimilikinya dapat muncul, tidak seperti di pendidikan menengah atau bahkan di pendidikan tinggi.
Seorang guru harus siap dengan segala resikonya, tetapi yang tidak boleh ditinggalkan adalah kewajiban dalam menjaga nama baik profesinya. Karena anak-anak sangat membutuhkan seorang guru untuk membimbing, mengajar, mendidiknya untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Maka, tidak heran kalau tidak semua orang bisa menjadi seorang guru. Guru yang tidak hanya bisa menuntut haknya dan sekedar menjalankan kewajibannya, tetapi menjalankan profesinya dengan penuh rasa hormat. Seorang guru yang tidak sudi menukar seragamnya dengan segepok rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe