Ketika hati telah terpaut, saat itulah segalanya seperti menjadi mudah. Tekad sebagai sebuah modal awal, akan mudah dicari. Namun, ketika hati merasa terpaksa, butuh seribu tahun untuk menyembuhkannya.
Apalagi, jika luka yang menganga itu terlalu dalam. Terlalu sulit untuk disembuhkan.Begitulah hidupku kini, serba salah ketika berusaha untuk tegar menatap masa depan. Meski, kata orang jalanku sudah kelihatan terang, namun begiku belum.
Kulihat mereka yang mengatakan hal tersebut tak lebih bermata uang. Mengajar bukan sebagai sebuah keinginan, kehendak hati, tetapi karena paksaan, tekanan dari orang tua atau orang lain yang terlalu mencampuri dunia pribadi. Mungkin nasibku tak seburuk mereka, karena bisa menentukan masa depanku sendiri. Tak lain adalah karena orang tua tidak tahu perihal mencapai mimpi itu.
Tetapi, bagaimanapun keadaan ini terlalu menyiksa. Raga mungkin sudah memahami situasi dan kondisi, tetapi hati entah ke mana.Harapanku, bahwa anak-anak memang membutuhkanku. Begitulah setiap kali coba menghibur diri.
Berusaha tegar, ketika air mata sedikit lagi akan menetes, membasahi bumi dan ingin sekali menumpahkan beban. Seolah berusaha jujur pada hati, bahwa hidup adalah pilihan. Bahwa setiap pilihan itu adalah sebuah resiko yang harus diakhiri hingga akhir. Tidak boleh sepenggal, seperti ketika Sang Penandai1) meniupkan mimpi. Tak seorangpun dapat menghentikan kisah ini.
Dalam keadaan yang terluka, berusaha menyusun kata demi kata yang hilang. Berusaha menyatukannya dalam sebuah gambar utuh. Namun, setiap keping adalah misteri dan setiap misteri tak akan terungkap hingga perjalanan ini berakhir. Harus ada kalimat yang tersusun, harus ada gambar yang berbentuk dan harus ada senyum yang terkembang.
Cita-citaku pada waktu kecil mungkin tak akan pernah terjadi, karena kini diri ini terjebak pada dunia yang membutuhkan kesabaran. Sederhana saja, dulu sekali pernah diri ini menjadi seorang tentara yang gagah berani memanggul senjata. Sepertinya itulah profesi yang baik dan bermanfaat bagi negeri ini. Sebuah negeri yang sedang bergolak oleh carut-marut perebutan kekuasaan. Bahwa menjadi tentara adalah sebuah solusi.
Namun, setelah mata ini bisa melihat dunia, seluruh gambaran itu seolah lenyap diterpa oleh angin. Ternyata, banyak juga tentara yang kurang ajar, desertir atau lupa dengan tanggung jawabnya. Negara seolah menjadi lahan untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya. Mengannggap bahwa negara bisa dengan mudah dikendalikan oleh senjata.
Ternyata pemikiranku keliru. Ada banyak profesi yang menawarkan kebaikan, tanpa harus menodai tangan dengan darah. Negara ini butuh otak-otak bijaksana yang tidak hanya memikirkan perang. Ada profesi yang lebih penting yaitu mendidik anak agar pemikirannya lurus, tidak mendewakan kekacauan dalam menjalani kehidupan.
Dunia ini membutuhkan sebuah perasaan aman, perasaan saling memahami dan saling menyayangi. Kemudian, terdamparlah diri ini pada dunia yang berkebalikan 900. Sebuah dunia yang mungkin akan sangat berat untuk dilalui, dunia anak-anak.
Begitulah, hingga akhirnya secara tidak sengaja kaki ini telah berlabuh di sebuah sekolah dasar di tengah perkotaan. Berusaha menjadi seorang guru, meski tak tahu apa yang harus dilakukan. Banyak orang yang nyaman ketika mengajar anak-anak, namun tidak bagi seorang yang tak memiliki panggilan hati.
Padahal, mereka membutuhkan kita untuk menuju pada kehidupannya. Belajar merangkai kata untuk menuliskan kisah hidupnya. Akupun bertanya pada diri ini, apakah aku pantas ?
Namun, harapan itu masih ada, ketika usaha dan kemauan masih tertanam di ubun-ubun. Pintaku cuma satu, yaitu agar diri ini mendapat kepastian. Bahwa menjadi seorang guru sekolah dasar adalah takdirku. Jalan yang berliku, bahkan hanya untuk sekedar mencari jawaban saja. Begitu sulit, namun apakah aku harus menyerah ?
Sekali-kali tidak ! Berusaha tegar, merangkai kata demi kata. Berusaha menyusun huruf satu per satu. Hingga, pada akhirnya akan tertulis dalam dada ini : “G-U-R-U-S-E-K-O-L-A-H-D-A-S-A-R...”
Isdiyono, Mahasiswa PGSD FIP UNY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe