Sabtu, 20 Februari 2010

Kepemimpinan Itu Dinamis, Kawan...



Setiap generasi memiliki masanya untuk melakukan apa yang harus dilakukannya. Ketangguhan itu diuji ketika sistem yang digunakan menaungi berbagai latar belakang kepentingan. Pada saat itulah pergolakan menjadi sebuah kepastian yang tak dapat ditolak. Hal inilah yang menjadi bumbu dalam regenerasi pemimpin. Bahwa gejolak yang timbul akibat dari ketidakterimaan masyarakat yang dinaunginya akan menjadikan momen pergantian kekuasaan menjadi menarik.
Nah, ujian sebenarnya adalah ketika pemegang kekuasaan itu sedang dilantik dengan sumpah janji untuk tidak mengkhianati apa yang sudah diamanahkan padanya. Pemimpin harus fleksibel dalam menjalankan fungsi pemerintahannya. Dalam artian, dia harus dapat memahami, mau menerima dan mengayomi masyarakatnya yang multiras, multi agama dan multi dimensi. Fleksibel juga dapat diartikan menjadi seberapa sanggup dia dekat dan memperjuangkan amanat, tidak hanya sekedar ikut arus.
Ketika dihadapkan pada satu kasus, tingkat seni seorang pemimpin akan terlihat. Bagaimana dalam situasi pelik, dia tidak ikut arus tetapi dapat mengendalikan arus itu. Selalu menguasai arah arus agar tidak berpencar dan menghancurkan tepian keras dinding persatuan.
Arus dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk menyadari bahwa pemimpin tidak hanya berpandangan ke depan dengan berpegangan dengan sistem yang sudah baku. Dia harus dapat berpikir sistematis dan menanamkan pada diri sendiri. Bahwa pengorganisasian yang tangguh bukanlah menjadikan personil itu menjalankan fungsinya dengan baik, tetapi bagaimana generasi selanjutnya dapat belajar. Dari melihat, berlatih dan mempraktikannya, maka sudah menjadi kewajibannya agar generasi selanjutnya lebih baik daripada era kepemimpinannya.
Kesempatan kepada para kader untuk memimpin adalah fungsi pemimpin dalam menjalankan pengaruhnya. Kejujuran menjadi kunci penting ketika menjalankan amanah. Jujur pada diri sendiri bahwa semua ada masanya sendiri.
“Bagaikan sebuah bendungan yang retak, yang semula kecil itu akan menjadi besar ketika tekanan yang ditujukan padanya adalah kuat. Tekanan yang didukung oleh luasnya air membuat apa yang semula ibarat semut itu menjadi sebesar gajah. Begitu pula dengan jiwa kepemimpinan, jiwa yang semula kecil itu akan membesar ketika pendukung di belakangnya kuat...”
Regenasi adalah sebuah kata yang sangat agung saat sebuah imperium telah habis masanya. Dia tak meninggalkan sebuah kemenangan kecuali sebuah senyum simpul bahwa apa yang telah dibangunnya itu berlanjut. Tak ada kata yang indah untuk menyebut sebuah generasi terbaik jika tak ada yang meneruskan. Apalah arti perjuangan jika tanpa diiringi sebuah sikap kontinuitas, istiqomah.
Nah, pelaksanaan demokrasi yang diagung-agungkan takkan ada artinya ketika sebuah kekuasaan kehilangan jati dirinya. Bahwa keimanan adalah muara dari segala kekuasaan. Apa yang semula tinggi, besar, kuat dan seolah tak terkalahkan adalah sebuah kesombongan belaka. Yaitu ketika mereka tidak lagi takut bahwa ada sebuah kekuatan Yang Maha Abadi.
Pewarisan kekuasaan adalah tugas berat ketika sumpah telah diucapkan. Dia akan menuntut konsistensi dan tidak mempedulikan konsekuansi. Baik atau buruknya hasil akhir akan terlihat dari niat dan pelaksanaan awal. Bahwa kekuasaan itu tidak memaksa, dia datang karena sebuah amanah. Sehingga regenerasi adalah sebuah transformasi kepemimpinan yang nyata. Dia datang begitu cepat dan tidak mentoleransi ketidaksiapan. Datang dengan kesederhanaan yang melandasi kokohnya bangunan megah bernama imperium.
Isdiyono, 17 Desember 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe