Hujan rintik-rintik, membisikkan dingin ke dalam perut orang-orang yang nekat menerabasnya. Bersyukurlah katak karena bisa keluar, bermain, bercanda dan mengunjungi surga dunianya, sawah. Dari liangnya mereka keluar, membawa harapan agar bisa menemukan sebuah nikmat.
Dan memang, dingin menjadi sebuah kondisi yang sulit dihindari, membuat sakit para mahkluk berdarah panas. Terkungkung rapi di tempat tidur. Tak ada kata, yang diingininya hanyalah tidur menelungkup, ditemani camilan. Tidak tahu bahwa di luar hujan sedang membisikkan sebuah prahara. Peristiwa bodoh yang memang akhir-akhir ini sering terjadi.
Bunuh diri, dua kata sendsitif yang menjadi Senjata ampuh seseorang untuk lari, menghindari dari nasib yang telah digariskan. Seolah melakukan keputusan yang benar, tetapi sebenarnya telah melakukan kekonyolan. Bahwa nasib itu hanya bisa diubah oleh seseorang yang mau mengubah sendiri nasibnya, itulah yang tertulis dalam pedoman hidup. Kitab yang mencegah kita terjebak dalam kepalsuan dunia. Bahwa setan tidak akan puas sebelum melihat manusia mengikuti jalannya, sebanyak-banyaknya.
Beberapa waktu lalu telah kuceritakan,Perhal tewasnya seorang karena menggantungkan lehernya di bawah pohon. Berharap semua masalah yang ditujukannya berakhir pada saat itu juga. Padahal, bumi pun tidak akan rela dan menerima seorang yang putus asa.
Hanya karena sedikit utang, bahkan tak ada saudara atau tetangga yang sudi dengan nasibnya. Kita terkadang terlupa, bahwa kesusahan seorang muslim adalah kesusahan kita. Bahwa Sang Tauladan kita pernah mengatakan bahwa, barangsiapa menghilangkan salah satu kesusahan dari seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan seseorang yang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan padanya dunia dan akhirat…”
Ya, terkadang kita lupa, dan memang manusia adalah tempatnya lupa. Tetapi, mari kita selalu berdo’a, bahwa dalam kelupaan itu, kita rindu akan teguran-Nya. Kita bukanlah siapa-siapa jika dilihat dari atas. Kalau tidak percaya, lihat saja di mana kita sekarang sedang berada. Teknologi membantu kita agar mempermudah melihat dunia. Ketika google.maps, maka akan terbentang dunia yang luas ini. Dengan beberapa kali klik saja, maka tempat kita terlihat dari atas. Subhanallah.
Kaget diri ini, ketika mendengar kabar, bahwa sesat sebelum pulang, ada berita heboh. Ada seorang yang menceburkan diri dalam gejolak air sungai yang sedang menggelora. Cokelatnya air, arusnya yang deras, kedalamannya bisa membuat orang tenggelam. Dan itulah yang dilakukan gadis itu.
Yang lebih mengagetkan lagi adalah, bahwa dia adalah temanku di smp dulu. Seorang gadis yang cerdas, yang ingin kukalahkan kecerdasannya. Dengan bekal semangat dan kerja keras. Semoga Allah mengingatkannya. Sesungguhnya, di balik musibah itu ada pelajaran yang tersirat kan ?
Ya, bersyukur diri ini ketika menyadari bahwa ayah ,asih bersemangat, bahkan semangatnya melebihiku. Seharusnya aku malu, ketika sedikit-sedikit mengeluh. Padahal, beliau mengayuh becaknya sejauh dua puluh lima kilometer. Belum lagi jika nanti mendapat penumpang. Beratnya pasti bertambah. Dan kuberharap bahwa di setiap langkahnya, Allah memberikan kebahagiaan padanya.
Ibu pun tidak kalah hebat. Dalam kesendirian, selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ketika teringat bahwa tak ada yang dipunyainya tak bisa untuk diberikan pada anaknya. Bahwa air matanya sewaktu-waktu bisa menetes, ketika sang anak ingin meminta sesuatu. Yang kalau meminta tidak cukup sedikit, tetapi menuntut sempurna.
Ketika sampai malam seluruh keluarganya pergi, dia sendiri. Ditemani oleh dinginnya angin yang masuk lewat pintu yang tidak tertutup. Betapa nyamuk adalah kawan setianya. Betapa matanya selalu terlihat sembab ketika kuketuk pintu, dan dibukanya, masih salam kondisi belum tersadarkan.
Setiap hari bangun pagi, dengan ikhlas telah memberikan apa yang dipunyainya untuk keluarga. Bukan harta, karena uang pun tak ada. Makan selalu berhutang, sehingga harus mengeraskan hati. Meski terkadang hatinya tak kuasa untuk menahan semua cemoohan tetangga. Bahwa hanya untuk menyumbang hujatan pun harus diiringi dengan tangis. Bahwa masyarakat tidak peduli. Dan ketika tidak muncul, tak henti mulut-mulut tajam itu merobek pertahanan terakhirnya.
Menangis hati ini, ketika engkau menginginkan sebuah televise, sekedar untuk hiburan. Bahwa televise bisa menghilangkan kesedihan itu. Tapi, aku tidak ingin membelinya, karena sadar kita belum bisa hidup selayaknya orang-orang. Selalu menjadi kaum rendahan, meskipun berusaha untuk tidak berpikir seperti itu.
Maaf, diri ini belum mau membeli, bukan karena tidak mampu, tetapi karena takut kalau nanti menganggu sebuah ambisi. Sebuah keinginan yang sekian lama ditunggu, dirahasiakan. Selalu berusaha tegar ketika berbicara tentang pendidikan. Bahwa diri ini takut semakin membuatmu sedih, ketika diri ini ingin mencapai bintang di langit.
Bahwa langit itu luas bu, dan diri ini ingin mengangkat engkau ke atas. Menapaki salah satu bintang yang paling terang. Restumu selalu kunanti, bahwa engkau selalu mengingatkan ketika jalan menuju bintang itu salah. Harus melalui jalan yang benar.
Bahwa, maafkan diri ini yang tidak sanggup mengungkapkannya, karena tak ingin engkau menangis lagi. Ijinkanlah diri ini untuk melanjutkan mimpi, meski terkadang diri ini ingin menangis, karena ingin engkau tahu tentang jalan yang ditempuh anakmu ini.
Maaf, entah harus bagaimana diri ini membalas segala ketulusan itu. Maaf jika terkadang memaksa ibu untuk melakukan pikiran bodoh ini. Bukan karena ingin sok pandai, tetapi diri ini hanya ingin engkau tersenyum, dalam pangkuan Sang Rabb. Hanya saja, mungkin caranya yang salah, karena keterbatasan pengetahuan.
Dan ijinkanlah diri ini memberitahukan segala kesedihan itu, ketika bintang telah dapat kujangkau. Bahwa diri ini selalu berusaha untuk ingat dan tidak ingin membuatmu menangis. Nanti, akan kuceritakan segala kesedihan itu. Dan biarlah semua pengorbanan ini, sebagai penawar segala kesedihanku, kesusahan. Karena, terpikir bahwa diri ini tidak berhak susah, sesusah engkau. Tapi, kuharap engkau tak sesusah yang kubayangkan.
Bahwa diri ini selalu berdusta, mengumbar senyum meskipun sebenarnya tak rela dengan nasib. Untuk itulah, aku minta ijinmu untuk merubah kita. Bahwa kegembiraan terbesar adalah ketika berhasil membuatmu tersenyum. Meskipun terkadang tak begitu mengungkapkan masalah. Cenderung karena tak ingin menambah panjang tangismu.
Bahwa, jika nanti kita telah sampai ke bintang, jangan sampai kita lupa. Pada orang-orang yang seperti kita. Bahwa hidup itu adalah amanah. Hidup bukanlah kesia-siaan, meskipun belum ada penelitian yang menyebutkan tentang jalan yang lurus. Cukuplah dua tali itu menjadi panduan kita menuju kebenaran.
Bukan malah menjadi dan meniru kelakuan orang-orang yang sudah bosan menanggung beban hidup. Bahwa, meskipun sekarang kita adalah kaum yang tergolong miskin, tetapi jangan perlihatkan kemiskinan kita. Jangan sampai kita miskin hati. Hati ini terlalu luas, tak akan habis jika dibagikan.
Cukuplah mereka yang bunuh diri itu menjadi pelajaran. Bahwa diri ini mengajak dan berkeinginan saling mengingatkan agar tidak lupa jalan yang lurus. Jalan yang sudah digariskan pada manusia.
Dan untuk adek, ehem! jangan pernah putus asa. Terkadang kata-kata yang keluar dari mulut ini terlalu kasar. Sebenarnya hanya tidak ingin kau tersesat, dalam kenikmatan yang sesat. Bahwa kenikmatan yang hakiki itu masih jauh, panjang dan terbentang. Kita belumlah pantas untuk bersenang-senang.
Biarlah kawan-kawanmu mengasapi mukamu ketika berangkat sekolah. Tapi jangan dibalas suatu hari kelak, do’akan agar mereka diberi petunjuk. Jangan membuat ibu di rumah menangis, karena tuntutan itu.
Dan bagi diri ini, semoga menjadi seorang yang berguna. Entah sekecil apapun. Hmmm…Semoga menjadi seorang yang pandai bersyukur. Berusaha untuk berubah, sedikit demi sedikit. Bahwa diri ini terlalu bodoh untuk memberikan sesuatu nasehat pada orang lain. Maafkanlah, semua kesalahanku ini Ya Allah. Berilah petunjuk agar selalu ingat pada-Mu.
Alangkah indahnya, seandainya maut menjemput kita ketika sedang berurai air mata. Merasakan manisnya iman dalam sujud., penghambaan, rindu akan perjumpaan dengan-Nya. (inspirasi di rentalan)
Isdiyono, Sabtu 13 Februari 2010
Dan memang, dingin menjadi sebuah kondisi yang sulit dihindari, membuat sakit para mahkluk berdarah panas. Terkungkung rapi di tempat tidur. Tak ada kata, yang diingininya hanyalah tidur menelungkup, ditemani camilan. Tidak tahu bahwa di luar hujan sedang membisikkan sebuah prahara. Peristiwa bodoh yang memang akhir-akhir ini sering terjadi.
Bunuh diri, dua kata sendsitif yang menjadi Senjata ampuh seseorang untuk lari, menghindari dari nasib yang telah digariskan. Seolah melakukan keputusan yang benar, tetapi sebenarnya telah melakukan kekonyolan. Bahwa nasib itu hanya bisa diubah oleh seseorang yang mau mengubah sendiri nasibnya, itulah yang tertulis dalam pedoman hidup. Kitab yang mencegah kita terjebak dalam kepalsuan dunia. Bahwa setan tidak akan puas sebelum melihat manusia mengikuti jalannya, sebanyak-banyaknya.
Beberapa waktu lalu telah kuceritakan,Perhal tewasnya seorang karena menggantungkan lehernya di bawah pohon. Berharap semua masalah yang ditujukannya berakhir pada saat itu juga. Padahal, bumi pun tidak akan rela dan menerima seorang yang putus asa.
Hanya karena sedikit utang, bahkan tak ada saudara atau tetangga yang sudi dengan nasibnya. Kita terkadang terlupa, bahwa kesusahan seorang muslim adalah kesusahan kita. Bahwa Sang Tauladan kita pernah mengatakan bahwa, barangsiapa menghilangkan salah satu kesusahan dari seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan seseorang yang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan padanya dunia dan akhirat…”
Ya, terkadang kita lupa, dan memang manusia adalah tempatnya lupa. Tetapi, mari kita selalu berdo’a, bahwa dalam kelupaan itu, kita rindu akan teguran-Nya. Kita bukanlah siapa-siapa jika dilihat dari atas. Kalau tidak percaya, lihat saja di mana kita sekarang sedang berada. Teknologi membantu kita agar mempermudah melihat dunia. Ketika google.maps, maka akan terbentang dunia yang luas ini. Dengan beberapa kali klik saja, maka tempat kita terlihat dari atas. Subhanallah.
Kaget diri ini, ketika mendengar kabar, bahwa sesat sebelum pulang, ada berita heboh. Ada seorang yang menceburkan diri dalam gejolak air sungai yang sedang menggelora. Cokelatnya air, arusnya yang deras, kedalamannya bisa membuat orang tenggelam. Dan itulah yang dilakukan gadis itu.
Yang lebih mengagetkan lagi adalah, bahwa dia adalah temanku di smp dulu. Seorang gadis yang cerdas, yang ingin kukalahkan kecerdasannya. Dengan bekal semangat dan kerja keras. Semoga Allah mengingatkannya. Sesungguhnya, di balik musibah itu ada pelajaran yang tersirat kan ?
Ya, bersyukur diri ini ketika menyadari bahwa ayah ,asih bersemangat, bahkan semangatnya melebihiku. Seharusnya aku malu, ketika sedikit-sedikit mengeluh. Padahal, beliau mengayuh becaknya sejauh dua puluh lima kilometer. Belum lagi jika nanti mendapat penumpang. Beratnya pasti bertambah. Dan kuberharap bahwa di setiap langkahnya, Allah memberikan kebahagiaan padanya.
Ibu pun tidak kalah hebat. Dalam kesendirian, selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ketika teringat bahwa tak ada yang dipunyainya tak bisa untuk diberikan pada anaknya. Bahwa air matanya sewaktu-waktu bisa menetes, ketika sang anak ingin meminta sesuatu. Yang kalau meminta tidak cukup sedikit, tetapi menuntut sempurna.
Ketika sampai malam seluruh keluarganya pergi, dia sendiri. Ditemani oleh dinginnya angin yang masuk lewat pintu yang tidak tertutup. Betapa nyamuk adalah kawan setianya. Betapa matanya selalu terlihat sembab ketika kuketuk pintu, dan dibukanya, masih salam kondisi belum tersadarkan.
Setiap hari bangun pagi, dengan ikhlas telah memberikan apa yang dipunyainya untuk keluarga. Bukan harta, karena uang pun tak ada. Makan selalu berhutang, sehingga harus mengeraskan hati. Meski terkadang hatinya tak kuasa untuk menahan semua cemoohan tetangga. Bahwa hanya untuk menyumbang hujatan pun harus diiringi dengan tangis. Bahwa masyarakat tidak peduli. Dan ketika tidak muncul, tak henti mulut-mulut tajam itu merobek pertahanan terakhirnya.
Menangis hati ini, ketika engkau menginginkan sebuah televise, sekedar untuk hiburan. Bahwa televise bisa menghilangkan kesedihan itu. Tapi, aku tidak ingin membelinya, karena sadar kita belum bisa hidup selayaknya orang-orang. Selalu menjadi kaum rendahan, meskipun berusaha untuk tidak berpikir seperti itu.
Maaf, diri ini belum mau membeli, bukan karena tidak mampu, tetapi karena takut kalau nanti menganggu sebuah ambisi. Sebuah keinginan yang sekian lama ditunggu, dirahasiakan. Selalu berusaha tegar ketika berbicara tentang pendidikan. Bahwa diri ini takut semakin membuatmu sedih, ketika diri ini ingin mencapai bintang di langit.
Bahwa langit itu luas bu, dan diri ini ingin mengangkat engkau ke atas. Menapaki salah satu bintang yang paling terang. Restumu selalu kunanti, bahwa engkau selalu mengingatkan ketika jalan menuju bintang itu salah. Harus melalui jalan yang benar.
Bahwa, maafkan diri ini yang tidak sanggup mengungkapkannya, karena tak ingin engkau menangis lagi. Ijinkanlah diri ini untuk melanjutkan mimpi, meski terkadang diri ini ingin menangis, karena ingin engkau tahu tentang jalan yang ditempuh anakmu ini.
Maaf, entah harus bagaimana diri ini membalas segala ketulusan itu. Maaf jika terkadang memaksa ibu untuk melakukan pikiran bodoh ini. Bukan karena ingin sok pandai, tetapi diri ini hanya ingin engkau tersenyum, dalam pangkuan Sang Rabb. Hanya saja, mungkin caranya yang salah, karena keterbatasan pengetahuan.
Dan ijinkanlah diri ini memberitahukan segala kesedihan itu, ketika bintang telah dapat kujangkau. Bahwa diri ini selalu berusaha untuk ingat dan tidak ingin membuatmu menangis. Nanti, akan kuceritakan segala kesedihan itu. Dan biarlah semua pengorbanan ini, sebagai penawar segala kesedihanku, kesusahan. Karena, terpikir bahwa diri ini tidak berhak susah, sesusah engkau. Tapi, kuharap engkau tak sesusah yang kubayangkan.
Bahwa diri ini selalu berdusta, mengumbar senyum meskipun sebenarnya tak rela dengan nasib. Untuk itulah, aku minta ijinmu untuk merubah kita. Bahwa kegembiraan terbesar adalah ketika berhasil membuatmu tersenyum. Meskipun terkadang tak begitu mengungkapkan masalah. Cenderung karena tak ingin menambah panjang tangismu.
Bahwa, jika nanti kita telah sampai ke bintang, jangan sampai kita lupa. Pada orang-orang yang seperti kita. Bahwa hidup itu adalah amanah. Hidup bukanlah kesia-siaan, meskipun belum ada penelitian yang menyebutkan tentang jalan yang lurus. Cukuplah dua tali itu menjadi panduan kita menuju kebenaran.
Bukan malah menjadi dan meniru kelakuan orang-orang yang sudah bosan menanggung beban hidup. Bahwa, meskipun sekarang kita adalah kaum yang tergolong miskin, tetapi jangan perlihatkan kemiskinan kita. Jangan sampai kita miskin hati. Hati ini terlalu luas, tak akan habis jika dibagikan.
Cukuplah mereka yang bunuh diri itu menjadi pelajaran. Bahwa diri ini mengajak dan berkeinginan saling mengingatkan agar tidak lupa jalan yang lurus. Jalan yang sudah digariskan pada manusia.
Dan untuk adek, ehem! jangan pernah putus asa. Terkadang kata-kata yang keluar dari mulut ini terlalu kasar. Sebenarnya hanya tidak ingin kau tersesat, dalam kenikmatan yang sesat. Bahwa kenikmatan yang hakiki itu masih jauh, panjang dan terbentang. Kita belumlah pantas untuk bersenang-senang.
Biarlah kawan-kawanmu mengasapi mukamu ketika berangkat sekolah. Tapi jangan dibalas suatu hari kelak, do’akan agar mereka diberi petunjuk. Jangan membuat ibu di rumah menangis, karena tuntutan itu.
Dan bagi diri ini, semoga menjadi seorang yang berguna. Entah sekecil apapun. Hmmm…Semoga menjadi seorang yang pandai bersyukur. Berusaha untuk berubah, sedikit demi sedikit. Bahwa diri ini terlalu bodoh untuk memberikan sesuatu nasehat pada orang lain. Maafkanlah, semua kesalahanku ini Ya Allah. Berilah petunjuk agar selalu ingat pada-Mu.
Alangkah indahnya, seandainya maut menjemput kita ketika sedang berurai air mata. Merasakan manisnya iman dalam sujud., penghambaan, rindu akan perjumpaan dengan-Nya. (inspirasi di rentalan)
Isdiyono, Sabtu 13 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi yang mengkopi, Tinggalkan Koment ya...makasih. Hehe